Jurang Kematian

Oleh: NoorSalim Hs

“Yudi... Yudi... Didik... Didik.... Suaraku hampir habis. Sejam lebih lamanya aku memanggil mereka berdua, tapi jawaban sepatah kata pun tak kudengar. Air mataku menetes, aku sebagai ketua pendakian kali ini tak tahu kedua anak buahku hilang entah ke mana. Kini rombongan pendakianku berkurang dua orang. Aku merasa bersalah.
Mendung tak terlihat sore tadi. Itulah mengapa kami bertekad bulat untuk melakukan pendakian. Tapi alam kadang memang tak bisa diprediksi. Tiba-tiba saja saat tengah malam, kabut tebal putih datang menghadang perjalanan pendakian kami. Spontan kami terkejut. Selama pendakian, baru kali ini kami jumpai peristiwa alam yang menakutkan. Lampu badai yang kami gunakan sebagai penerang jalan langsung padam begitu saja oleh hembusan angin kencang. “Tiarap! Semuanya diam di tempat. Perjalanan sementara dihentikan dulu! Jangan sampai ada yang bergerak sendirian hingga kabut ini benar-benar hilang!” teriakku kepada teman-teman yang saat itu tengah panik ketakutan.

Setelah lima belas menit berlalu, kabut tebal itu berangsur-angsur menghilang. Aku terkejut, selang beberapa saat, gempa pun datang mengguncang.
“Semuanya tetap tenang. Jangan takut! Berdzikirlah kepada Allah!” aku mencoba menenangkan keadaan ketika tiga temanku tampak takut dan gelisah.
Dan alhamdulillah... akhirnya gempa pun berhenti. Namun, aku semakin terkejut tatkala Yudi dan Didik tidak ada di sekitar kami.
 “Di mana Yudi dan Didik, Wan?” tanyaku pada Ridwan. Dialah yang tadi berjalan tepat di belakang Didik.
“Aku juga nggak tahu, San. Kabut tadi tebel banget, sampai-sampai aku tadi tidak dapat melihat Didik.”
Kutolehkan pandangan ke wajah Andi dan Roni. Mereka berdua menggelengkan kepala, tidak tahu keberadaan Yudi dan Didik.
“Kita harus segera cari mereka berdua! Kita batalkan pendakian kali ini. Kita harus segera menemukan mereka berdua dan turun dari gunung ini secepat mungkin.”
Kami pun mencari Yudi dan Didik. Hampir seluruh tempat di sekitar kami berada saat itu kami telusuri. Teriakan-teriakan sudah kami lantangkan dengan kerasnya. Tapi, kami belum juga menemukan mereka. Satu jam lebih lamanya kami mencari, sedikit pun jejak mereka tidak berhasil kami temui. Dengan terpaksa kami tinggalkan mereka berdua di tengah gunung itu karena suara ribut angin semakin keras dan kencang. Kami pun turun untuk meminta bantuan dengan segera.
Aku turun sendiri hingga berada kira-kira enam kilo meter dari basecamp pendakian untuk mendapatkan sinyal guna memanggil bantuan. Sementara tiga temanku, Ridwan, Rony, dan Andi aku suruh untuk berada di basecamp melaporkan kejadian yang kami alami barusan kepada warga. Begitu mendapat sinyal, segera aku hubungi team SEARCH kota kami untuk menuju lokasi pada dini hari itu juga.
***
Dua hari lamanya kami bersama team SEARCH melakukan pencarian. Aku heran, semua tempat telah kami cari. Tapi hasilnya tetap saja nihil. Secuil jejak mereka pun tidak ditemukan. Seakan-akan benar kalau Yudi dan Didik hilang dibawa terbang oleh kabut tebal kala itu sebagaimana kata warga sekitar.
“Peristiwa alam pada malam itu memang jarang sekali terjadi. Aku baru pertama kali menyaksikan ya pas malam itu, Nak,” jawab seorang kakek yang sudah berusia hampir enam puluh tahun saat kutanyai apakah peristiwa pada waktu malam yang kami temui itu pernah terjadi sebelumnya.
“Almarhum Ayah dulu pernah cerita kepadaku. Waktu mudanya beliau suka sekali bermalam bersama teman-temannya di gunung ini. Suatu malam pas bermalam di gunung ini, beliau kehilangan seorang temannya pas ada kejadian aneh, mungkin persis seperti yang dialami kalian kemarin, Nak. Beliau bilang temannya itu dibawa terbang oleh kabut tebal berwana putih,” lanjutnya.
“Apakah dulu Almarhum ayah Kakek melihat sendiri kalau temannya dibawa terbang oleh kabut itu?” tanyaku mencari jawaban yang pasti. Cerita kakek itu sulit sekali untuk kuterima. Awan bisa membawa manusia? Ahh… tidak masuk akal!
“Beliau tidak melihatnya langsung dengan mata kepala sendiri karena pada waktu itu kata beliau kabutnya memang sangat tebal, tapi beliau yakin kalau temannya itu dibawa terbang oleh kabut tebal. Karena setelah kabut tebal itu lenyap, teman beliau langsung menghilang begitu saja.”
“Trus teman beliau dulu apa juga sudah dicari di sekitar gunung ini, Kek?” tanya Rony yang juga tidak langsung percaya begitu saja dengan kabar itu.
“Sudah, Nak.”
“Apa sudah dicari di semua tempat sekitar gunung ini, Kek?” tanya Ridwan.
“Apakah dulu di jurang juga sudah dilakukan pencarian, Kek?” tanyaku kemudian.
“Dulu semua tempat sudah beliau cari bersama warga sampai hampir sebulan lamanya. Kecuali di jurang, Nak.”
“Kenapa kok nggak dicoba nyari di jurang, Kek? Siapa tau teman ayah Kakek itu dulu  jatuh ke jurang.” Andi yang dari tadi bengong menyimak ikut bertanya.
“Para warga tidak berani ke sana, Nak. Sebelum kejadian teman beliau yang hilang tiba-tiba itu, dulu pernah ada tiga orang warga yang turun ke bawah jurang. Berhari-hari mereka tidak kembali. Akhirnya keluarganya pun mencari mereka ke jurang itu. Tapi kemudian keluarga mereka itu juga tidak kembali. Kejadian aneh itu membuat warga takut untuk mencari mereka di jurang itu. Setiap orang yang pergi ke jurang itu pasti tidak kembali. Sejak saat itu jurang di gunung itu disebut warga sebagai Jurang Kematian.”
Cerita Kakek tentang Jurang Kematian itu membuat kami dan team SEARCH merinding. Meskipun cerita itu terdengar ganjil dan tidak masuk akal, tapi kejadian menghilangnya warga setelah turun ke Jurang Kematian itu adalah nyata adanya. Cerita itu sudah masyhur di kalangan warga lereng gunung itu. Tak heran jika setiap anak penduduk gunung di situ  pasti mampu menjawab jika ditanya tentang Jurang Kematian.
***
Keberadaan Yudi dan Didik masih penuh tanda tanya. Apakah Yudi dan Didik benar-benar dibawa terbang oleh kabut tebal entah kemana? Atau apakah Yudi dan Didik jatuh di jurang lantaran angin besar bersama kabut malam itu? Yang kedua inilah yang paling kuat menancap di kepala kami waktu itu, lebih masuk akal. Dan untuk mengetahui jawaban pertanyaan itu, kami harus pergi turun memeriksa jurang itu.
“Bagaimana pun juga aku yang bertanggung jawab terhadap hilangnya Didik dan Yudi, Pak. Izinkanlah kami pergi ke jurang itu,” rengekku pada Pak RT yang melarang kami pergi ke Jurang Kematian.
“Iya, Pak… izinkanlah kami. Didik dan Yudi adalah teman kami. Jika kami pergi bersama, maka kami pulang juga harus bersama,” Rony membantuku membujuk Pak RT.
“Kami tahu Bapak mengkhawatirkan keselamatan kami, tapi  mohon Bapak mengerti perasaan kami. Kami mohon, Pak… izinkanlah kami.” Andi yang biasanya cengengesan, kali ini terlihat serius.
“Soal hidup mati orang itu sudah diatur sama Yang Di Atas. Jadi, Bapak tidak usah mengkhawatirkan kami. Kami tidak akan mengajak warga untuk turut serta dalam pencarian teman kami. Biar kami yang berempat saja yang akan turun ke jurang itu. Izinkanlah kami ke jurang itu, Pak,” kali ini Ridwan yang memohon.
Aku akan menemani mereka, Pak!!” teriak ketua tim SEARCH.
“Aku juga!”
“Aku ikut!!”
“Aku ikut!!”
 “Aku juga!”
Suara anggota tim SEARCH bersahut-sahutan ingin turut serta dalam pencarian Didik dan Yudi. Karena banyaknya yang memohon, akhirnya Pak RT pun mengizinkan kami untuk pergi ke Jurang Kematian bersama tim SEARCH.
***
“Ada tengkorak!!!” teriak seorang anggota tim SEARCH.
Ada tulang belulang manusia yang kami temukan di dasar Jurang Kematian. Tak hanya satu, melainkan ada beberapa. Kemungkinan besar tulang-tulang itu adalah tulang warga desa dalam cerita warga yang tidak pernah kembali setelah turun ke jurang itu.
Sebab mereka sampai meninggal di Jurang Kematian yang selama ini menjadi misteri pun terungkap. Di dasar jurang banyak keluar gas belerang dan gas beracun lainnya. Kami beruntung, tim SEARCH yang sudah lama berteman dengan alam bersedia menemani kami dalam pencarian itu. Dengan berbekal ilmu alam dan obat-obatan yang dibawa tim SEARCH, tak ada satu pun baik dari pihak kami maupun pihak  tim SEARCH  yang terkena racun.
Berjam-jam kami mencari Yudi dan Didik di Jurang Kematian. Kami hanya menemukan sekumpulan tulang belulang tadi. Kami akhirnya naik ke atas setelah kaki kami menginjak semua tempat di dasar jurang itu. Kekecewaan menyelimuti kami. Yudi dan Didik tak berhasil kami temukan.
Sesampainya di atas jurang, kami menceritakan kepada sebagian warga -yang turut mengantar kami dan menunggu di atas jurang- tentang apa yang kami temukan di dasar Jurang Kematian berkenaan dengan tulang belulang manusia dan gas beracun. Kami pun mengabari bahwa tulang belulang yang kami temukan itu telah kami kubur di bawah sana.
Pencarian Didik dan Yudi tidak kami lanjutkan pada hari itu. Kami dan tim SEARCH sudah merasa letih sekali setelah lamanya menelusuri semua tempat di dasar Jurang Kematian. Lagi pula setitik jejak Didik dan Yudi juga tidak kami temukan di jurang itu. Sekarang semua tempat di gunung itu telah kami susuri. Kemana lagi kami harus mencari? Kami dan tim SEARCH akhirnya harus meyakini hal yang aneh dan tidak masuk akal itu, bahwa Didik dan Yudi memang benar-benar telah dibawa terbang oleh kabut tebal entah kemana pada malam itu. Kami dan tim SEARCH akhirnya memutuskan untuk tidak mencari Didik dan Yudi lagi dan memutuskan untuk pulang ke rumah meski dengan tangan kosong.
***

Dua sosok orang tengah berkerumun bersama warga yang sedang menunggu kami. Kami hafal betul sosok mereka berdua meski dari kejauhan. Sosok dua orang itu tidak asing di mata kami.
“Subhanallah... itu Yudi dan Didik!!! Alhamdulillah,” teriakku senangnya bukan main.
***
Menghilangnya Yudi dan Didik bukanlah karena dibawa terbang oleh kabut tebal. Saat malam hari tatkala kejadian fenomena alam yang menakutkan itu, mereka berdua berlari kepanikan hingga menghilang dari pandangan kami. Sehingga tersesatlah yang mereka dapatkan. Tapi akhirnya mereka berdua mampu keluar dari gunung itu setelah susah payah dan menemukan jalan kecil yang biasa dipakai warga untuk mencari makanan ternak di gunung.
***

Cerpen ini terhimpun dalam antalogi Catatan Hati Bianglala Hijrah
Previous
Next Post »

1 komentar:

Click here for komentar
zidna dzakiyya
admin
20 Juli 2014 pukul 11.52 ×

tegang

Congrats bro zidna dzakiyya you got PERTAMAX...! hehehehe...
Reply
avatar
Thanks for your comment

Ads Inside Post