Sang Zombigaret

Oleh: Sri Mursalim

Zombigaret
Sumber foto: www.health.detik.com

Jika aku diberi dua pilihan, antara menjadi manusia atau tanah, maka aku akan memilih untuk menjadi tanah tak berkulit yang tak akan mencicipi rasa. Diinjak-injak tak berteriak. Dicangkul oleh petani tak balas memukul dan malah menyuburkan padinya. Dibakar oleh pembuat batu bata tetap saja diam meski panasnya api berkobar demi sejumlah uang yang akan bermukim di saku celananya. Meski aku berupa onggokan tanah tak hidup, aku bisa bermanfaat untuk orang lain.
***

Akhir-akhir ini aku sering batuk. Awalnya kubiarkan saja dengan minum obat batuk yang terjual bebas di warung. Setelah beberapa hari pasti juga sembuh, begitu pikirku. Tapi lama-lama dadaku terasa sakit. Bernafas pun kadang kesulitan. Aku pun kemudian batuk dan mengeluarkan darah. Tak hanya itu saja. Aku demam dan mudah kelelahan. Penasaran dengan sakitku, aku pergi berobat ke dokter umum. Di sana aku menceritakan dengan detail tentang keluhan penyakitku itu. Dokter tak berani mengobatiku. Beliau menyarankanku untuk berobat ke dokter spesialis paru. Aku pun mentaati perintahnya karena tak tahan menerima sakit di dada setiap hari.


Bulu romaku berdiri tegak begitu seorang dokter spesialis paru meminta maaf padaku seraya menyodorkan hasil cek medisku. Yang kutakutkan selama ini benar-benar terjadi. Aku menderita kanker paru-paru. Tubuhku lunglai mendengar vonis dokter itu. Aku sempat protes pada beliau. Bagaimana mungkin aku yang beberapa hari lalu tampak sehat bisa mengidap penyakit berbahaya itu. Tapi setelah beliau menanyaiku kebiasaanku menghisap rokok, aku tak bisa mengelak. Beliau geleng-geleng kepala setelah mengetahui bahwa setiap harinya setidaknya kuhabiskan kurang lebih dua puluh batang rokok. Atau kadang bisa lebih dari itu saat aku lagi stres.
Sang dokter memperlihatkanku hasil foto rontgen dadaku sambil menunjuk gambar yang ada di sebelah kiri dada. Beliau memberitahuku bahwa yang berbentuk seperti gandum adalah sel kanker kecil SCLC (Small Cell Lung Cancer) atau sel gandum. Aku seakan tak kuat menerima kenyataan pahit itu. Apalagi saat kudengar langsung dari lisan beliau bahwa kanker jenis itu sangat sulit ditangani. Jenis kanker yang kuidap itu mudah menyebar ke luar dari paru-paru menuju jaringan atau organ-organ tubuh lainnya. Saat itu dunia seakan-akan gelap dan kematian seakan memanggil-manggilku dari dekat. Aku takut.
Bayangan masa perkenalanku dengan sebatang rokok berkelebat di kepalaku. Saat itu aku masih duduk di bangku SMA. Waktu itu aku terpaksa menghisap rokok karena aku tak mau dijauhi kawan-kawanku. Apalagi sampai dibilang banci. Sejak itulah aku mulai merokok. Awalnya aku batuk-batuk dan tak nyaman jika menghisapnya. Tapi lama-kelamaan aku bisa menikmatinya karena aku sudah kecanduan seperti sekarang ini.
Setelah mengetahui penyakitku itu aku berusaha keras berhenti merokok. Tapi keinginan kuatku itu kalah dengan kecanduanku. Aku tetap menghisap benda mematikan itu meski jumlahnya tak banyak seperti dulu. Obat yang kuminum seakan tak bereaksi apa-apa. Aku tetap batuk dan mengeluarkan darah. Berat badanku pun berangsur turun karena nafsu makanku menghilang.
Hasil pemeriksaan kondisiku selanjutnya mengabarkan bahwa kankerku telah menyebar ke otak, tulang, kelenjar adrenal, hati, dan ginjal. Aku menginginkan penanganan secepatnya. Aku kemudian menjalani kemoterapi dan radioterapi.
Pengobatanku itu tak membuahkan hasil yang kuharapkan. Kini aku terlahir sebagai zombi akibat sebuah benda kecil yang terlanjur kusuka meski berbahaya. Aku masih hidup, tapi tak bisa menikmati dunia ini.  Aku seperti mayat hidup. Aku tak bisa merasakan apa-apa karena kankerku semakin menyebar ke mana-mana. Aku tak bisa bergerak bebas seperti dulu. Aku hanya menunggu waktu persuaanku dengan sebidang tanah di atas sebuah kasur empuk yang tak bisa kurasa.


Previous
Next Post »
Thanks for your comment

Ads Inside Post