LUKA BENGAWAN SOLO
kau telah menjelma renta
waktu terus menggerus
dulu,kau sumber penghidupan
menarik hati insani
didendangkan berpadu suara merdu
internasional mengenal
kini modern telah disematkan pada zaman
suaramu kalah oleh bangunan pongah yang terlahir dari tanah sawah
satu per satu bermunculan mengusik aroma sunyi desa
mengucurkan rupiah dan limbah melalui keringat para cucu pendambamu
beraneka warna limbah dan sampah rumah tangga memaksamu berkolaborasi
mengubur indah kenangan masa lalu
mungkin kau akan menjerit kala musim penghujan
*Sukoharjo, 2014
LUKA PASAR TRADISIONAL
aroma sunyi perkotaan dan pedesaan terusik oleh ingar-bingar sebuah pasar
dalam sebuah bangunan rapat sarat rabat digelar
satu per satu bersahutan hingga berangka ratusan
aura bindam malam tak lagi menakutkan
modern telah disematkan pada zaman
aroma riuh tawar-menawar satu per satu bersembunyi dari gaduh
dalam sebuah bangunan kumuh penuh peluh
kecewa membungkam senyum penyambut gigil udara pagi
tersimpan luka dalam asa mengayuh rizki
gerah merasuki pasar renta menumpah amarah
waktu itu terik siang menggerus mereka yang menanti pencari barang untuk ditukar dengan rupiah
waktu membantu mengurai sayur-mayur yang telah membusuk dalam timbunan
enggankah pijakan kaki bermukim pada tanah sarat genangan kala hujan?
ataukah pijakan bersih berpadu keramik nan ber-AC kini benar-benar telah menjadi dambaan?
*Sukoharjo, 2014
Alamat kirim puisi ke Solopos: redaksi@solopos.co.id
ConversionConversion EmoticonEmoticon