Oleh: NoorSalim Hs
Dahulu kala, itik
selalu hidup bersama dengan ayam. Itik dan ayam seperti keluarga. Tak bisa
dipisahkan. Di mana ada itik, di situ ada ayam. Juga sebaliknya, di mana ada
ayam, di sampingnya ada itik. Mereka selalu bermain dan bepergian bersama-sama
untuk mencari makan. Mereka saling membantu dan membutuhkan.
Saat di sawah, ayam
hanya berdiri di atas pematang sawah. Ayam hanya bisa menonton itik mencari
makanan. Kaki ayam tidak mempunyai selaput, berbeda dengan kaki itik. Itulah
mengapa ayam tidak ikut turun ke sawah bersama itik. Jika ayam nekat, maka
kakinya akan terbenam ke lumpur sehingga ayam sulit untuk berjalan di atas
sawah. Berbeda dengan itik. Dengan kaki yang berselaput sehingga tekanan terhadap
lumpur menjadi kecil, kaki itik tidak tenggelam dan dengan mudah bisa berjalan
di atas sawah.
“Yam... silakan
dimakan. Enak lho,” itik menawarkan makanan bernama cacing yang dia dapat dari
sawah.
“Wah... terima kasih
ya, Tik. Besok aku yang akan nraktir kamu makan,” ayam berjanji pada itik.
Esok harinya, ayam
menunaikan janjinya itu. Ayam mengajak itik ke suatu tempat. Di tempat itu
ayamlah yang mencari makanan dan kemudian mereka makan bersama-sama.
***
Begitulah kehidupan
itik dan ayam. Hingga waktu pun berlalu, dan tiba-tiba saja itik mengidap suatu
penyakit yang mengakibatkannya tidak bisa menetaskan telur-telurnya. Penyakitnya
itu menular dan belum ditemukan obatnya. Sehingga sekarang itik tak terlihat
lagi bersama-sama dengan ayam karena takut penyakit yang diderita itik menular
pada ayam. Tapi meski begitu, mereka tetap menjalin persahabatan. Ayam tetap
membantu itik. Telur-telur itik dititipkan ke sangkar ayam jika ayam sedang
tidak berada di kandangnya. Ayam membantu itik menetaskan telur-telur itik agar
keturunan itik tidak musnah dan tetap terjaga kelestariannya.
***
Jakarta, 21 September 2012
*Dongeng ini terhimpun dalam antologi Yuk Mendongeng 2012
ConversionConversion EmoticonEmoticon