Oleh: NoorSalim Hs
Belum juga aku dipanggil oleh ayam jantan menjalankan
titah Illahi
Tapi kata demi kata mengangkasa mengetuk pintu langit
Ah, harusnya saat ini waktu manusia bercengkerama mesra
bersama bunga tidur
Suaranya memecahkan keheningan malam
Siapakah pemilik suara ini yang mampu mengambil hati
penghuni langit?
Belum sekalipun anak semata wayangnya menghadirkan
kenangan manis yang mampu mengusap air mata seseorang yang dulu rahimnya pernah
dihuninya
Tapi silaunya kehidupan memaksanya untuk terus memainkan
peran sebagai seorang anak yang durhaka
Ah, harusnya dia tidak mengatakan kata-kata manis
seperti itu
Namun, kasih sayang seorang ibu mampu menjinakkan
ledakan amarahnya
Siapakah buah hati itu yang tak terpesona oleh kecantikan
jiwa seorang ibu?
Pintu langit memang selalu terbuka bagi siapa saja yang
melambaikan tangan ke atas
Pertalian antara kata yang menghubungkannya dengan
penguasa semesta tak pernah dia putuskan
Kusaksikan kata demi kata setiap doa dari wanita
berambut putih tetap terbang tinggi ke langit hingga aku merekah berwarna
jingga, suatu pertanda pemberian izin bagi seseorang untuk bersenandung merdu
di setiap menara masjid
***
Jakarta Selatan, Mei 2012
*Puisi ini nanti akan tergabung dalam Antalogi: FTS dan Puisi Ayah Ibu di Percetakan Muslim Sukses Barokah
*Puisi ini nanti akan tergabung dalam Antalogi: FTS dan Puisi Ayah Ibu di Percetakan Muslim Sukses Barokah
ConversionConversion EmoticonEmoticon